Jakarta Surga Film dan Software Bajakan

Mungkin anda pernah berpikir, mengapa software atau program komputer, film DVD bajakan dan Game PS sangat mudah didapat di Jakarta khususnya dan Indonesia umumnya. Dan jika anda jalan-jalan ke pusat penjualan barang elektronik Glodok  atau Plaza Pinangsia, anda akan heran betapa pengemasan DVD bajakan tersebut menjadi terbuka, terang-terangan dan dalam skala besar.   Mungkin jutaan keping DVD bajakan dikemas setiap hari di tempat itu, dan siap dipaket dalam kodi besar dikirim ke seantero Indonesia, atau dalam dus kardus sedang untuk pengecer di mall-2 atau pasar-2 atau pusat belanja tradisional.

Yang selalu terpikir adalah bahwa Indonesia telah memiliki Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual yang melindungi karya seseorang dibajak untuk komersialisasi secara melanggar hak intelektual orang, yang kedua dilakukannya pembajakan terang-terangan dan penjualan terbuka mengindikasikan penegakkan hukum oleh aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya tidak berfungsi dalam kasus ini.

Jadi artikel ini mencoba melihat hal-hal apa yang mungkin terkait, menghubungkan-2 nya dan menarik benang merahnya.

Kekayaan Intelektual itu sendiri

Disebutkan di atas, yang dominan dibajak adalah software computer dan film format DVD/Blue Ray.  Software computer umumnya dibuat oleh negara-2 maju terutama Amerika Serikat, dan juga Eropa serta Jepang. Produsen software negara2 tersebut sudah memiliki semacam target pemasaran mereka dengan peta penjualan yang meski dinamis, tetapi membentuk pola penyebaran penjualan yaitu di negara2 tertentu.

Software Komputer
Software komputer adalah kekayaan intelektual yang memiliki sifat 1) mudah kadaluwarsa dan 2) memerlukan tingkat intelektual engineering dan teknologi  yang tinggi serta modal besar untuk bisa membuatnya. Kombinasi dari kedua hal itu adalah produk software bersifat mahal per unitnya. Sekeping disk software Windows 7 yang asli bisa mencapai Rp. 1 juta, dan hanya dapat diinstall pada sejumlah komputer yang terbatas. Artinya 1 disk tidak boleh digunakan untuk menginstall sebanyak mungkin komputer.

Dengan harga produk yang demikian, maka dipastikan hanya pengguna komputer dengan tingkat penghasilan di atas rata-rata yang sanggup mengikuti aturan tersebut. Coba bayangkan laptop anda membutuhkan 10 program favorit saja, dan setiap program anda harus menginstall software asli. Jatuhnya akan sangat mahal pabila peraturan undang-undang demikian itu diikuti.  Itulah sebabnya hanya negara-2 maju sanggup mengikuti ketentuan demikian karena rata-rata penghasilan per kapita yang tinggi. Dalam hal Indonesia, apabila peraturan itu diikuti, maka dapat dipastikan bahwa komputer adalah barang mewah yang hanya kalangan berpenghasilan tinggi yang sanggup membelinya.

Film dalam format DVD
Film juga memiliki sifat hampir sama dengan software komputer di atas. Pembuatan film adalah suatu ndustri yang sangatmahal berteknologi tinggi, dan bukan saja mudah kadaluwarsa, tetapi hanya sekali jual. Penjualan film tidak ada pembeli repetisi, karena sekali anda nonton, maka anda tak akan nonton kedua kali. Dengan demikian harga per unit dari produk film akan sangat mahal. 1 keping film format DVD asli bisa berharga ratusan ribu rupiah. Dan secara masal jika diputar di bioskop, tiket per orang bisa mencapai Rp. 50.000,-.

Fakta ini tentu saja disadari oleh masyarakat Indonesia, dan terutama disadari juga oleh penegak hukum kita, termasuk polisi.  Para penegak hukum kita sadar bahwa apabila software komputer tidak dibajak, maka dijamin Indonesia akan sangat ketinggalan dalam dunia teknologi. Kaum pelajar, Mahasiswa dan kaum profesional akan sangat terbelakang karena program komputer yang bagus sulit didapat.


Namun ini tidak berarti bahwa para penegak hukum kita melegitimasi atau menyetujui hal ini. Mereka tahu bahwa undang-undang HAKI harus ditegakkan setinggi-tingginya, tetapi mereka juga tahu bahwa pemilik Hak Kekayaan Intelektual punya kewajiban untuk melindungi haknya.
Dengan sederhana apabila penegak hukum kita tidak menghapus praktek bajak-membajak software dan film, maka membuka kesempatan kepada masyarakat Indonesia yang masih berpenghasilan rata2 ke bawah dapat menikmati software dan film terjangkau.

Tetapi apabila HAKI itu adalah hak anak bangsa, misalnya pembuat film Indonesia atau industri musik Indonesia, maka sudah selayaknya pemilik HAKI itu dapat proaktif meminta penegakkan haknya, atau melakukan upaya hukum untuk melawan para pembajak tersebut.

Dengan demikian, pemilik HAKI dari Film Conjuring misalnya, silahkan saja datang ke Jakarta dan melakukan tindakan hukum menuntut para pembajak tersebut. Apabila ia tidak melakukan tindakan hukum, maka penegak hukum kita hanya berpikir sederhana "Wong yang punya hak aja tidak melakukan tindakan kok".

Nah pola pikir prgamatis inilah yang terjadi pada masyarakat Jakarta dan Indonesia, baik para pengganda, para distributor, penjual eceran, polisi, jaksa, dan masyarakat sendiri para  berkenaan dengan software dan DVD bajakan.

Comments

Popular Posts