Jalan Inspeksi Karet-Thamrin

Pemerintah Kota Jakarta sedang membangun sebuah jalan kecil, disebut jalan inspeksi sepanjang pinggiran utara dari banjir kanal barat di samping rel kereta antara stasion Sudirman dan stasion Karet.

Jalan tersebut terlihat sebagai jalan satu arah Karet ke Sudirman saja karena pertemuan jalan tersebut dengan jln. Sudirman tidak mengakomodasi arus masuk (ada sudut 90") dan hanya mengakomodasi arus keluar yaitu lengkungan tikungan arah keluar.

Persimpangan jalan tersebut saat ini adalah trotoar untuk pejalan kaki, dan merupakan satu-satunya akses di sisi utara para pejalan kaki dari dan ke stasion kereta Sudirman (stasion tersibuk di Jakarta), yang pada jam tersibuk jumlah pejalan kaki melewati trotoar tersebut mencapai ribuan dalam waktu 1 jam.  


Dengan dibangunnya jalan inspeksi Karet-Thamrin itu, lalu bagaimana dengan para pengguna trotoar tersebut? Alternatif solusinya ada 2 dan masing-masing akternatif memiliki konsekuensi yang tidak menyenangkan.

Pertama, 
Pada persimpangan jalan itu hanya dibuatkan semacam traffic light, lampu merah untuk para penyeberang jalan dengan pengeras suara.  Pengatur lalu lintas jenis ini banyak terdapat di kota-kota sibuk seperti Hongkong, Singapura, dll. Di Jakarta sendiri terdapat di depan Mall Ambasador, dan mulai banyak muncul di tempat lainnya yang ramai pejalan kaki. Lampu merah ini mengganggu kenyamanan dan keamanan pejalan kaki.

Kedua,
Dibuat jembatan penyeberangan di atas persimpangan tersebut. Alternatif ini pasti tidak akan menyenangkan karena jarak antara persimpangan tersebut dengan pintu keluar dari arah stasion Sudirman sangat dekat, mengharuskan konstruksi jembatan dengan kemiringan tangganya terlalu tajam, konstruksi seperti ini selain melelahkan juga menyulitkan pengguna dengan keterbatasan fisik seperti orang tua, atau penyandang disabilitas. Akses dari stasion Sudirman ke kawasan perkantoran di sisi barat jalan Sudirman dapat ditempuh melalui 2 jalan, keluar melewati jalan persimpangan tersebut di atas, atau agak memutar, menyeberang banir kanal di sisi timur lalu turun melalui kolong jembatan dukuh atas lalu menyeberang ke sisi barat jalan Sudirman. Rute alternatif kedua ini cukup jauh, dan ini juga tidak menyenangkan.

Oleh karena itu kepada pembuat dan pelaksana kebijakan tata kota, mohon hak-hak penguna jasa kereta api komuter yang jumlahnya puluhan bahkan mungkin ratusan ribu per hari melewati trotoar tersebut, dapat menjadi perhatian, diakomodasi haknya dengan sebaik-baiknya.

Kota Jakarta milik kita semua, semoga menjadi kota yang ramah dan nyaman bagi semua warganya.

***

Selasa, 6 Mei 2015
Tulisan tersebut di atas mewacanakan kemungkinan keprihatinan para pejalan kaki. Namun keprihatinan tersebut tidak perlu terjadi, karena entah atas alasan apa, Pemerintah DKI membatalkan proyek tersebut. Konstruksi yang sudah dibangun tersebut, yang menelan biaya puluhan juta bahkan mungkin seratusan juta rupiah jadi mubazir.

Karena belum sampai 2 minggu lalu, konstruksi jalan tersebut dihilangkan sama sekali tak berbekas, dan pohon peneduh di pinggir kali BKB tersebut yang sebelumnya telah dibabat habis, sekarang diganti lagi dengan bibit pohon baru ditanam sebagai pengganti. Buang-buang duit saja Pemda ini, menyuratkan perencanaan yang gegabah.

Case closed.
  

Comments

Popular Posts