Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia di KRL Jabodetabek
KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DI KRL JABODETABEK
Kami adalah pengguna setia jasa Kereta Rel Listrik (KRL)
Jabodetabek selama beberapa tahun ini. Ada kerancuan penggunaan Bahasa
Indonesia oleh beberapa masinis dalam announcing
pada KRL Jabodetabek. Masinis akan berkata “Pintu yang dibuka adalah pintu sebelah
kiri dari arah datangnya kereta”.
Banyak penumpang pertama kali bingung dengan petunjuk itu. Karena yang terbuka kemudian adalah “pintu sebelah kiri kereta”. Secara salah masinis merancukan konsep “kiri”, “arah” dan “datang”.
Kiri, adalah konsep “letak/posisi” sesuatu benda dilihat dari 2 (dua) acuan dasar yaitu titik acuan, dan arah dilihat dari titik acuan itu. Secara tradisional dan kebiasaan bahasa dimanapun di dunia ini, tubuh manusia digunakan sebagai acuan. Posisi tubuh adalah “titik acuan”, dan “arah” adalah arah mata/wajah ke depan. Sehingga selalu dikatakan “di sebelah kiri saya”, dst.
Pintu "kiri" sebuah mobil jelas bagi siapa saja. Karena acuan "depan/arah" mobil sudah jelas dari patokan bagian moncong mobil dan arah kursi penumpang. Tetapi sebuah Kereta Listrik bergerak 2 arah dan bangunan kereta sama simetris, sehingga penentuan "kiri" harus dilihat "arah jalannya" kereta. ARAH kereta sebagai patokan.
Sehingga pada sebuah kereta yg sedang berjalan, menyebut "PINTU KIRI KERETA" sama pastinya dengan "PINTU KIRI MOBIL" semua orang tahu.
Jadi apa manfaat dari informasi "SEBELAH KIRI ARAH DATANGNYA KERETA" ??? Tambahan keterangan tersebut benar-benar menjengkelkan, karena sudah rancu, salah tata bahasa, diucapkannya penuh percaya diri.
***
Kerancuan yang sama ditunjukan oleh "announcer stasion". Petunjuknya sama, pintu yang dibuka pintu "sebelah kiri dari arah datangnya kereta". Sebagai pengamat di stasion yg tidak bergerak, si announcer sama menjengkelkannya, karena sama salahnya.
Ada apa dengan orang PT KAI Komuter ini. Sebut saja "PINTU SEBELAH KIRI", semua orang sudah tahu kok. Justru keterangan announcer lah menunjukan kesalahan berbahasa Indonesia.
Ayolah.
Banyak penumpang pertama kali bingung dengan petunjuk itu. Karena yang terbuka kemudian adalah “pintu sebelah kiri kereta”. Secara salah masinis merancukan konsep “kiri”, “arah” dan “datang”.
Kiri, adalah konsep “letak/posisi” sesuatu benda dilihat dari 2 (dua) acuan dasar yaitu titik acuan, dan arah dilihat dari titik acuan itu. Secara tradisional dan kebiasaan bahasa dimanapun di dunia ini, tubuh manusia digunakan sebagai acuan. Posisi tubuh adalah “titik acuan”, dan “arah” adalah arah mata/wajah ke depan. Sehingga selalu dikatakan “di sebelah kiri saya”, dst.
Pintu "kiri" sebuah mobil jelas bagi siapa saja. Karena acuan "depan/arah" mobil sudah jelas dari patokan bagian moncong mobil dan arah kursi penumpang. Tetapi sebuah Kereta Listrik bergerak 2 arah dan bangunan kereta sama simetris, sehingga penentuan "kiri" harus dilihat "arah jalannya" kereta. ARAH kereta sebagai patokan.
Sehingga pada sebuah kereta yg sedang berjalan, menyebut "PINTU KIRI KERETA" sama pastinya dengan "PINTU KIRI MOBIL" semua orang tahu.
numpang nanya om, "KIRI mana ya?" |
Jadi apa manfaat dari informasi "SEBELAH KIRI ARAH DATANGNYA KERETA" ??? Tambahan keterangan tersebut benar-benar menjengkelkan, karena sudah rancu, salah tata bahasa, diucapkannya penuh percaya diri.
***
Kerancuan yang sama ditunjukan oleh "announcer stasion". Petunjuknya sama, pintu yang dibuka pintu "sebelah kiri dari arah datangnya kereta". Sebagai pengamat di stasion yg tidak bergerak, si announcer sama menjengkelkannya, karena sama salahnya.
Ada apa dengan orang PT KAI Komuter ini. Sebut saja "PINTU SEBELAH KIRI", semua orang sudah tahu kok. Justru keterangan announcer lah menunjukan kesalahan berbahasa Indonesia.
Ayolah.
***
Semoga anak perusahaan PT Kereta Api Indonesia yang mengelola operasi KRL Jabodetabek dapat membenahi agar penggunaan Bahasa yang baik dan benar diterapkan di instansinya, karena ini menyangkut pelayanan publik, dan informasi dari para masinis sangat penting dalam pelayanan jasa transportasi masal tersebut.
Kami mengirimkan surat pembaca ke Kompas pada tanggal 29 September 2014
Comments
Post a Comment