Pergantian Total Direksi Bank-bank Milik Negara
Adalah minggu depan, tanggal 17, 18 dan 19 Maret 2015, kabarnya akan terjadi pergantian total Direksi bank-bank plat merah, yaitu BNI, Mandiri dan BRI. Memang pergantian tersebut bukan dalam kaitan pergantian rezim Pemerintah, tetapi karena pergantian periodik dimana direksi bank-bank tersebut telah menjabat selama 2 periode yaitu maksimal untuk jabatan tertinggi tersebut.
Bank-bank BUMN tersebut merupakan bank-bank terbesar di Indonesia sebut saja jika dilihat dari sisi aset BRI menduduki peringkat 1 diikuti oleh Mandiri di perinkat 2 dan BNI di peringkat 4, hanya BCA bank swasta yang masuk terbesar ke 3. Artinya, Direksi bank-bank milik negara tersebut memegang peranan kunci dalam ekonomi negeri ini. Keputusan mereka sangat penting dan berpengaruh pada politik ekonomi nasional.
Sebut saja, jika pemerintah getol membangun infrastruktur tetapi bank-bank plat merah menolak untuk membiayai proyek infrastruktur, maka program pemerintah bisa sulit dijalankan. Itulah sebabnya peran pemerintah dalam menentukan jajaran direksi dan komisaris bank-bank BUMN akan dimainkan dengan sangat apik dan lihai.
Sebenarnya minggu ini boleh dikata sudah puncak proses dari seleksi fit & proper test tersebut, karena minggu depan saat RUPS luar biasa, hanyalah merupakan momen penyampaian kesimpulan yang sudah dilaksanakan.
Sebagai anggota masyarakat, ada yang kita harapkan dari proses demikian, salah satunya adalah hendaknya memilih pejabat publik yang penting seperti itu dijauhi atai diminimalisir dari unsur politis. Adalah pengaruh politik yang merusak tatanan profesionalisme dalam sebuah perusahaan. Politik secara harfiah adalah usaha mempengaruhi keputusan publik. Sementara politik yang masuk mempengaruhi keputusan manajemen korporat, bersifat merusak, karena manajemen korporat akan terikat pada unsur balas budi yang selalu bertentangan dengan GCG tata kelola perusahaan yang baik.
Sebut saja contoh lumrah yang suka dikutip, Petronas Malaysia pada tahun 60-an belajar dari Pertamina, tetapi kini Petronas lebih maju, adalah kabarnya politik Malaysia tidak mengintervensi mempengaruhi korporat milik negara.
Jika politik tidak mengintervensi manajemen bank-bank plat merah, maka mereka akan bekerja dengan profesional tanpa terikat kewajiban tidak perlu yang membebani perusahaan. Sebut saja disinyalir contoh proyek yang sungguh tidak masuk akal diciptakan dengan bukti-bukti valid tetapi sesungguhnya hanyalah proyek yang tidak dibutuhkan, berbiaya besar, dan dicurigai sebagai hanya sebuah cara menarik dana perusahaan untuk tujuan tak jelas.
Selama sistem nilai yang dianut adalah ewuh pakewuh berdasarkan keputusan politik, maka selama itu pula tatacara balas budi akan dilakukan dengan cara apapun menggerogoti uang perusahaan. Sebut saja proyek pelatihan ini, proyek reorganisasi ini, proyek teknologi ini.
Adalah ironi jika bank-bank plat merah dalam menyalurkan kredit bertindak sangat hati-hati dan membutuhkan studi kelayakan oleh pihak independen luar yang bonafid. Lalu proyek-proyek di dalam perusahaan sendiri apakah diputuskan berdasarkan studi kelayakan yang sama?
Di sinilah masalahnya. Jika RUPS adalah orang-orang dalam kaitan politis, maka sama dengan kasus Gubernur DKI vs DPRD DKI, prjabat-pejabat negara mewakili dalam RUPS adalah mereka yang memiliki kepentingan dengan program-program / proyek-proyek tersebut agar jalan, artinya proyek tersebut diusulkan agar disetujui. Disana tidak akan ada studi kelayakan yang benar-benar dilihat isinya, karena hasil akhirnya sudah diketahui.
Menurut hemat kami, ini adalah kemungkinan celah yang dapat digunakan untuk korupsi membocorkan uang negara dalam perbankan plat merah itu.
Apakah pemegang saham publik tidak dapat menentang keputusan yang demikian? Mungkin ada, tetapi pemegang saham tersebut bersifat minoritas, sehingga tidak memiliki kekuatan untuk menentang keputusan mayoritas.
Dibutuhkan manusia-manusia dengan mental Ahok yang patut menduduki kursi Direksi dan Komisaris bank-bank plat merah. Masyarakat hanya berharap agar para kandidat direksi bersifat penjilat yang memperoleh pengaruh dengan cara politis tersingkir dari dunia perbankan yang semakin menuju profesional ini.
Alasannya adalah bahwa perbankan Indonesia sudah jauh tertinggal dari segi modal dan aset dan ekpsertis dari bank-bank Internasional di kawasan Asia terutama basis Singapura. Apabila bank-bank terbesar plat merah tersebut masih menggunakan pendekatan dan metode seumuran primordial kerajaan Majapahit atau kerajaan Indonesia kuno lainnya, maka hasilnya adalah sekuno kerajaan-kerajaan itu. Pemerintah Indonesia tidak akan dapat memaksimalkan kinerja bank-bank plat merah, karena keputusannya adalah keputusan berbasis politis, bukan manajemen tata kelola yang sehat sesuai best praktis perbankan Internasional.
Jadi kepada pemerintah dan kementerian BUMN dan Bank Indonesia, masyarakat mengharapkan agar meminimalisir pengaruh politik kepentingan dalam memilih direksi bank-bank milik negara ini, kedepankan profesionalisme yang tinggi, kedepankan jagoan-jagoan kandidat yang hebat dalam bidang finansial, perbankan, bukan hebat dikait-kaitkan dengan politik.
***
Comments
Post a Comment