Pintu Air Manggarai

Pintu Air Manggarai sangat terkenal sebagai pengendali banjir kota Jakarta.  Televisi Nasional akan selalu meliput menurunkan berita mengenai Pintu Air legendaris tersebut setiap kali musim hujan pada akhir atau awal tahun. Batapa tidak, karena Pintu Air Manggarai merupakan parameter acuan informasi banjir di Jakarta. Tak kurang Istana Negara dan kawasan pusat bisnis Jakarta bergantung pada pengendalain banjir dari pintu air ini.  Fungsinya yang menahan volume air Sungai Ciliwung agar dapat dialirkan secara terkendali diarahkan perlahan-lahan ke Kanal Banjir Barat.

Gambar diambil dari atas KRL yang melaju lewat, Juni 2014
Tingkat ketinggian air di Pintu Air Manggarai merupakan parameter banjir Jakarta yang selalu disorot wartawan setiap kali musim hujan. Pintu air kedua yang sama terkenal adalah Pintu Air Katulampa di Bogor.

Berikut ini kutipan dari "Ensiklopedia Jakarta" pada http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/901/Herman-van-Breen  :

Salah satu tokoh yang amat lekat dengan sejarah perjuangan Jakarta mengatasi banjir. Kiprah perannya saat ditugaskan oleh Departement Waterstaat memimpin "Tim Penyusun Rencana Pencegahan Banjir" secara terpadu meliputi seluruh kota wilayah Batavia yang saat itu baru seluas 2.500 Ha. Penugasan itu diterimanya setelah Kota Batavia di tahun 1918 terendam banjir yang merenggut banyak korban jiwa. Setelah mempelajari dengan saksama berbagai aspek penyebab banjir, H van Breen dan Tim menyusun strategi pencegahan banjir yang dinilai cukup spektakuler saat itu. Tak dapat disangkal, prinsip-prinsip pencegahan banjir itu lalu dijadikan acuan pemerintah dalam mengatasi banjir di Jakarta.

Konsep van Breen dan kawan-kawan sebenarnya sederhana, namun perlu perhitungan cermat dan pelaksanaannya butuh biaya tinggi. Substansinya adalah mengendalikan aliran air dari hulu sungai dan membatasi volume air masuk kota. Karena itu, perlu dibangun saluran kolektor di pinggir selatan kota untuk menampung limpahan air, dan selanjutnya dialirkan ke laut melalui tepian barat kota. Saluran kolektor yang dibangun itu kini dikenal sebagai "Banjir Kanal" yang memotong Kota Jakarta dari Pintu Air Manggarai bermuara di kawasan Muara Angke.

Penetapan Manggarai sebagai titik awal karena saat itu, wilayah ini mempakan batas selatan kota yang relatif aman dari gangguan banjir sehingga memudahkan sistem pengendalian aliran air di saat musim hujan. Banjir Kanal itu mulai dibangun tahun 1922. Dikerjakan bertahap yakni dari Pintu Air Manggarai menuju Barat, memotong Sungai Cideng, Sungai Krukut, Sungai Grogol, terus ke Muara Angke. Untuk mengatur debit aliran air ke dalam kota, banjir kanal dilengkapi beberapa "Pintu Air", antara lain, Pintu Air Manggarai (untuk mengatur debit Kali Ciliwung Lama) dan Pintu Air Karet (untuk membersihkan Kali Krukut Lama dan Kali Cideng Bawah dan terus ke Muara Baru). Dengan adanya Banjir Kanal, beban sungai di utara saluran kolektor relatif terkendali. Karena itu, alur-alur tersebut, serta beberapa kanal yang dibangun kemudian, dimanfaatkan sebagai sistem makro drainase kota guna mengatasi genangan air di dalam kota.

Dalam menyusun konsep H van Breen dan kawan-kawan, tampak sadar bahwa banjir yang selalu mengancam Jakarta tak akan teratasi jika hanya memperbaiki sistem tata air di dalam kota. Karena itu pencegahan di daerah hulu pun harus dikelola terpadu. Oleh karena itu, untuk mengendalikan aliran di daerah hulu perlu dibangun beberapa bendungan untuk penampungan sementara, sebelum air dialirkan ke hilir. Sebagai implementasi dari rencana pencegahan di daerah hulu, dibangun dua bendungan yakni: Bendungan Katulampa di Ciawi, dan Bendungan Empang di hulu Sungai Cisadane.

Jakarta, Senin, 9 Juni 2014

Manggarai Flood Control facility has been famous in controlling flood in Jakarta. All national televisions will report about this legendary facility whenever flood occur yearly or especially in hard rainy season. This facility becomes a flood parameter that referred to by public or government. State Palace and surrounding area are among other regions in capital city of Jakarta which depend on this facility to control the flood. If the facility fails to control the runoff water flowing from the Bogor and Depok regions through Ciliwung River, the State Palace would be drown in flood. The Manggarai flood control facility serves to retain water up to certain level, and it slowly flows the exceeding water go through a channel to control the flood, therefore the excess water never runoff through the State Palace or business district in downtown of Jakarta.

       
 

Comments

Popular Posts